MAKALAH MANUSIA DAN KEBUTUHAN DOKTRIN AGAMA Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Metodologi Studi Islam MSI Dosen Pengampu Aliyandi A. Lumbu, Disusun Oleh Aisyah Azzahra 1803012003 Lilian Dona Putri Bunga 1803011003 FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI IAIN METRO KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayahnya kelompok kami dapat menyelesaikan tugas ini. Tak lupa pula kami ucapkan salam dan shalawat kepada nabi Muhammad SAW, karena beliaulah yang telah menghantarkan kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh berkah. Makalah kami susun untuk memenuhi tugas kelompok Metodologi Studi Islam dan diharapkan pembaca dapat memahami dan memperluas ilmu tentang “Manusia dan Kebutuhan Doktrin Agama” yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai dari itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah makalah ini bermanfaat bagi makalah ini memiliki kelebihan dan penyusun mohon saran dan kritiknya yang bersifat kasih. Wassalamua’laikum Wr. Wb Metro, 14 Oktober 2018 Penulis DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i KATA PENGANTAR....................................................................................... ii DAFTAR ISI...................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah............................................................................... 1 C. Tujuan Penulisan................................................................................. 1 BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Agama................................................................................... 2 B. Agama dan Perkembangannya........................................................... 3 C. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama .............................................. 4 D. Fungsi Agama dalam Kehidupan....................................................... 6 E. Rasa Ingin Tahu Manusia................................................................... 7 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan......................................................................................... 8 B. Saran................................................................................................... 8 DAFTAR PUSTAKA BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti makhluk-makhluk lainnya, manusia adalah ciptaan mempunyai dua fungsi yaitu individu dan fungsinya sebagai makhluk individu, manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, misalnya pendidikan, kesehatan, kebahagiaan dan sebagainya, sedangkan secara social manusia memerankan fungsinya sebagai makhluk sosial yang hidup dan berinteraksi dengan masyarakat. Petunju-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan hadist, tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis,berorientasi pada kualitas, kemitraan, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan sikap-sikap positif lainnya. B. Rumusan Masalah 1. Apa Definisi Agama ? 2. Bagaimana Agama dan Perkembangannya? 3. Bagaimana Kebutuhan Manusia Terhadap Agama ? 4. Apa Fungsi Agama Dalam Kehidupan ? 5. Apa Rasa Ingin Tahu Manusia ? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui Definisi Agama 2. Untuk mengetahui Agama dan Perkembangannya 3. Untuk mengetahui Kebutuhan Manusia Terhadap Agama 4. Untuk mengetahui Fungsi Agama Dalam Kehidupan 5. Untuk mengetahui Rasa Ingin Tahu Manusia BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Agama Agama dalam bahasa Arab berarti “Addin” yang artinya kepatuhan, kekuasaan, atau secara etimologis juga berasal dari bahasa Sanskerta dari gabungan “a” yang artinya tidak dan “gama” artinya kacau, jadi agama artinya tidak kacau. Maksudnya orang yang memeluk agama dan mengamalkan ajaran-ajarannya dengan sungguh, hidupnya tidak akan mengalami kekacauan. Agama juga merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, “religion” atau religi yang artinya kepercayaan dan penyembahan Tuhan. Secara terminologi menurut sebagian orang, agama merupakan sebuah fenomena yang sulit Smith mengatakan, "Tidak berlebihan jika kita katakan bahwa hingga saat ini belum ada definisi agama yang benar dan dapat diterima".Meski demikian, para cendekiawan besar dunia memiliki definisi, atau yang lebih tepatnya kita sebut dengan kesimpulan mereka tentang fenomena agama. Agama adalah sistem yang menyatu mengenai berbagai kepercayaan dan peribadatan yang berkaitan dengan benda-benda sakral, yakni katakanlah, benda-benda yang terpisah dan terlarang kepercayaan-kepercayaan dan peribadatan-peribadatan yang komunitas moral yang disebut gereja. Langkah lebih lanjut yang menimpang dari pendefinisian agama hanya dengan mengacu kepercayaan-kepercayaan diambil oleh para sarjana yang secara eksplisit memilih definisi fungsional.[1] Dilihat dari aspek duniawinya, atau lebih tepat dalam kehidupan masyarakat, agama merupakan sumber nilai dan kekuatan mobilisasi yang sering menimbulkan konflik dalam sejarah umat manusia. Selanjutnya, karena banyaknya definisi tentang agama yang dikemukakan oleh para Ahli, Harun Nasution mengatakan bahwa agama dapat diberi definisi sebagai berikut 1. Pengakuan adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi. 2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia. 3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan manusia. 4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu. 5. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan gaib. terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib. 6. Pemujaan kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia. 7. Yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rosul Jadi, agama adalah suatu kepercayaan, keyakinan kepada yang mutlak, yang dimana keyakinan tersebut dianggap yang paling benar. B. Agama dan Perkembangannya Daerah pertama dari kepulauan Indonesia yang dimasuki Islam adalah pantai barat pulau Sumatra dan daerah Pasai yang terletak di Aceh utara . Hal ini mudah diterima akal, karena wilayah Sumatera bagian Utara letaknya di tepi Selat Malaka, tempat lalu lintas kapal-kapal dagang dari India ke Cina.[2] Para pedagang dari India, yakni bangsa Arab, Persi dan Gujarat, yang juga para mubalig Islam, banyak yang menetap di bandar-bandar sepanjang Sumatera Utara. Mereka menikah dengan wanita-wanita pribumi yang sebelumnya telah di-Islamkan, sehingga terbentuklah keluarga-keluarga muslim. Selanjutnya mereka mensyiarkan Islam dengan cara yang bijaksana, baik dengan lisan maupun sikap dan perbuatan, terhadap sanak famili, para tetangga, dan masyarakat sekitarnya. Sikap dan perbuatan mereka yang baik, kepandaian yang lebih tinggi, kebersihan jasmani dan rohani, sifat kedermawanan serta sifat-sifat terpuji lainnya yang mereka miliki menyebabkan para penduduk hormat dan tertarik pada Islam, dan tertarik masuk Islam. Hingga akhirnya berdiri kerajaan Islam pertama, yaitu Samudra Pasai. Kerajaan ni berdiri pada tahun 1261 M, di pesisir timur Laut Aceh Lhokseumawe Aceh Utara, rajanya bernama Marah Silu, bergelar Sultan Al-Malik As-Saleh. Seiring dengan kemajuan kerajaan Samudra Pasai yang sangat pesat, pengembangan agama Islam pun mendapat perhatian dan dukungan penuh. Para ulama dan mubalignya menyebar ke seluruh Nusantara, ke pedalaman Sumatera, peisir barat dan utara Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Ternate, Tidore, dan pulau-pulau lain di kepulauan Maluku. Itulah sebabnya di kemudian hari Samudra Pasai terkenal dengan sebutan Serambi Mekah. C. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama Secara naluri, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan itu. Naluriah ini membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya. Karena kebutuhan manusia terhadap agama dapat disebabkan karena masalah prinsip dasar kebutuhan menjelaskan perlunya manusia terhadap agama sebagai tiga faktor yang menyebabkan manusia memerlukan agama. Yaitu 1. Faktor Kondisi Manusia Kondisi manusia terdiri dari beberapa unsur, yaitu unsur jasmani dan unsur menumbuhkan dan mengembangkan kedua unsur tersebut harus mendapat perhatian khusus yang jasmani membutuhkan pemenuhan yang bersifat fisik tersebut adalah makan-minum, bekerja, istirahat yang seimbang, berolahraga, dan segala aktivitas jasmani yang rohani membutuhkan pemenuhan yang bersifat psikis mental tersebut adalah pendidikan agama, budi pekerti, kepuasan, kasih sayang, dan segala aktivitas rohani yang seimbang. Status manusia adalah sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Jika dibanding dengan makhluk lain, Allah menciptakan manusia lengkap dengan berbagai kesempurnaan, yaitu kesempurnaan akal dan pikiran, kemuliaan, dan berbagai kelebihan lainnya. Dalam segi rohaniah manusia memiliki aspek rohaniah yang adalah satu-satunya yang mempunyai akal dan manusia pulalah yang mempunyai kata dengan kelengkapan itu Allah menempatkan mereka pada permukaan yang paling atas dalam garis horizontal sesama akalnya manusia mengakui adanya hati nuraninya manusia menyadari bahwa dirinya tidak terlepas dari pengawasan dan ketentuan Allah. Dan dengan agamalah manusia belajar mengenal Tuhan dan agama juga mengajarkan cara berkomunikasi dengan sesamanya, dengan kehidupannya, dan lingkungannya. 3. Faktor Struktur Dasar Kepribadian Dalam teori psikoanalisis Sigmun Freud membagi struktur kepribadian manusia dengan tiga bagian. Yaitu Aspek Das es yaitu aspek ini merupakan sistem yang orisinal dalam kepribadian manusia yang berkembang secara alami dan menjadi bagian yang subjektif yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan dunia objektif. D. Fungsi Agama Dalam Kehidupan Manusia adalah mahluk yang memiliki rasa keagamaan, kemampuan untuk memahami dan mengamalkan nilai manusia didunia yaitu ibadah dan mengabdi kepadanya. Fungsi agama yaitu sebagai pustaka kebenaran, dimana agama diibaratkan sebagai suatu gedung perpustakaan dapat dijadikan suatu pedoman dalam mengambil suatu keputusan antara yang benar dan yang salah.[3] Manusia menyelesaikan tantangan-tantangan hidup dengan menggunakan agama, karena manusia percaya dengan keyakinan yang kuat bahwa agama memiliki kesanggupan dalam menolong manusia. Fungsi agama dalam kehidupan antara lain Agama memberikan bimbingan dan pengajaaran tentang boleh tidaknya suatu perbuatan, cara beribah, dll dengan perantara petugas-petugasnya fungsionaris. Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk teringgi” atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia percaya dapat memperoleh apa yang ia inginkan. 3. Fungsi Pengawasan Sosial Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral yang dianggap baik dari serbuan destruktif dari agama baru dan dari system hokum Negara modern. 4. Fungsi Memupuk Persaudaraan Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja melainkan seluruh pribadinya dilibatkan. Mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.[4] E. Rasa Ingin Tahu Manusia Manusia lahir tanpa mengetahui sesuatu ketika yang diketahuinya hanya “saya tidak tahu”. Petunjuk Allah, akal dan segala potensi manusia, ilmu dan teknologi sebagai produk dari akal, adalah untuk melaksanakan program hidup melaksanakan program hidup dan alat untuk mencapai tujuan hidup manusia. Baik disadari maupun tidak disadari, akal dan potensi yang dimiliki manusia terbatas dalam memenuhi segala hajatnya, manusia hanya dapat mecoba, mempelajari, meneliti, memahami dan memanfaatkan yang ada pada dirinya dan yang ada pada alam semesta.[5] Keterbatasan panca indra dan akal menjadikan sebagian banyak tanda tanya yang muncul dalam benaknya tidak dapat terjawab. Hal ini dapat mengganggu perasaan dan jiwanya yang semakin mendesak pertanyaan-pertanyaan tersebut semakin gelisah apabila tak ini yang disebut rasa ingin tahu manusia. Manusia membutuhkan informasi yang akan menjadi syarat kebahagiaan dirinya. Dari ulasan sederhana di atas dapat disimpulkan bahwa agama sangat diperlukan oleh manusia sebagai pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi lebih bermakna, yang dalam hal ini adalah Islam. Agama Islam adalah agama yang selalu mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat kauniyah Sunnatullah yang terbentang di alam semesta dan ayat-ayat qur’aniyah yang terdapat dalam Al-Quran, menyeimbangkan antara dunia dan akhirat. Dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna, dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia. Penulis menyadari penyusunan tugas ini masih banyak kekeliruan dan kesalahan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya membangun. Semoga makalahi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan bagi penulis khusunya. DAFTAR PUSTAKA Aminuddin, dkk, Pendidikan Agama Islam. Bogor Ghalia Indonesia,2005 Atang Abdul Hakim, Jaih Mubarok Mubarok. Metodologi Studi Islam. Bandung Remaja Rosdakarya,2009 Betty R. Scharf, Sosiologi Agama, Jakarta Prenada Media, 2004 Endang Saifuddin Anshari. Ilmu, Filsafat Dan Agama. Surabaya PT. Bina Ilmu, 1982 Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta. CV. Rajawali Press, 1998 [1] Betty R. Scharf, Sosiologi Agama, Jakarta Prenada Media, 2004, [2] Aminuddin, dkk, Pendidikan Agama Islam. Bogor Ghalia Indonesia,2005, [3] Endang Saifuddin Anshari. Ilmu, Filsafat Dan Agama. Surabaya PT. Bina Ilmu, 1982, [4] Atang Abdul Hakim, Jaih Mubarok Mubarok. Metodologi Studi Islam. Bandung Remaja Rosdakarya,2009, [5] Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta. CV. Rajawali Press, 1998,
AlTadabbur: Jurnal Kajian Sosial, Peradaban dan Agama Volume: 5 Nomor: 2, Desember 2019 ISSN: 2527-3248, E-ISSN: 2613-9367 DIALEKTIKA AGAMA DAN BUDAYA Pertemuan antara doktrin agama dan realitas budaya terlihat sangat jelas dalam praktek ritual agama. Dalam Islam, misalnya saja perayaan Idul Fitri di Indonesia yang agama untuk
Manusia merupkan makhluk paling sempurna yang dianugerahi Allah SWT, berupa kesempurnaan fisik dan kepintaran akal. Untuk itu secara naluri, manusia sadar bahwa terdapat kekuatan Maha Besar sebagai tempat meminta pertolongan dan perlindungan. Dari situ kita sadar bahwa kita adalah makhluk yang lemah, meskipun diberikan berbagai kelebihan dibanding makhluk lain. Setiap manusia lahir dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta tidak mengetahui sesuatupun. Sesuai firman Allah SWT dalam Q. S. An Nahl 16 78 Artinya "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur". Dalam keadaan lemah, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai macam godaan dan rayuan. Godaan yang muncul bisa dari dalam diri ataupun dari luar, berupa kebaikan Malak Al Hidayah ataupun keburukan Malak Al Ghiwayah. Disinilah peran agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia ke jalan yang benar agar terhindar dari kejahatan atau kemungkaran. Agama merupakan risalah yang disampaikan Allah SWT kepada para nabi-Nya untuk memberi peringatan kepada manusia. Memberi petunjuk sebagai hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan tata hidup yang nyata. Mengatur tanggung jawab kepada Allah SWT, kepada masyarakat dan alam sekitarnya. Agama adalah kebutuhan umat manusia, karena didalamnya terdapat sumber ajaran mengenai berbagai segi kehidupan manusia. Agama mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, serta menghargai akal pikiran melalui pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mengajarkan manusia untuk bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual. Agama juga mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, mengutamakan persaudaraan, dan berakhlak mulia. Menurut Malik Bennabi, agama adalah “katalisator” yang selalu hadir dibalik kelahiran suatu peradaban. Contohnya, “kita dapat menjumpai kota-kota tanpa dinding, tanpa raja, tanpa peradaban, tanpa literatur, atau tanpa gedung teater, tapi seseorang tidak pernah menjumpai sebuah kota tanpa tempat-tempat peribadatan atau penganut-penganut agama. Sementara Henri Bergson 1859-1941, juga menulis ide yang sama, bahwa “kita jumpai di masa lampau dan sekarang, masyarakat tanpa sains, tanpa seni, tanpa filsafat, tapi kita tidak pernah menjumpai sebuah masyarakat tanpa agama” Karena agama “adalah fenomena universal dan sudah ada sejak lama dalam sejarah kehidupan manusia, mulai dari pemujaan patung-patung dan kepercayaan-kepercayaan yang paling primitif hingga Islam yang bertauhid. A. KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA Menurut Malik Bennabi, fenomena beragama adalah fenomena yang sudah ada sejak lama sebagai karakteristik manusia, dari manusia yang sangat primitif sampai manusia yang sudah memiliki peradaban tinggi. Manusia digambarkan sebagai homo religiosus makhluk beragama. Sehingga agama bukan hanya sebagai aktifitas spiritual manusia, tetapi ia adalah fitrah universal yang tidak pernah luput dalam sejarah suatu bangsa baik masa lampau, sekarang, maupun yang akan datang. Secara naluri, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar dirinya. Ini dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai bencana. Ia mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan itu. Naluriah ini membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya. Al-Quran telah menjelaskan agama sebagai fitrah manusia, seperti yang terdapat dalam Ar Ruum 30 30, yang artinya "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. Beberapa faktor yang menyebabkan pentingnya agama sebagai kebutuhan manusia adalah sebagai berikut Faktor Kondisi Manusia Kondisi manusia terdiri dari dua unsur, yaitu unsur jasmani dan rohani. Untuk menumbuhkan dan mengembangkan kedua unsur tersebut, maka harus diberi perhatian khusus dan seimbang. Unsur jasmani membutuhkan pemenuhan yang bersifat fisik atau jasmaniah, seperti makan-minum, olah raga, bekerja dan istirahat yang seimbang, dan segala aktifitas jasmani yang dibutuhkan. Unsur rohani membutuhkan pemenuhan yang bersifat psikis mental, diantaranya pendidikan agama, budi pekerti, kasih sayang, dan segala aktifitas rohani yang dibutuhkan. Faktor Status Manusia Status manusia adalah sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna, jika dibandingkan makhluk lain. Allah SWT menciptakan manusia lengkap dengan segala kesempurnaan, yang menjadikan manusia sebagai satu-satunya makhluk yang mempunyai kesempurnaan akal dan pikiran, hati nurani, kemuliaan, dan berbagai kelebihan lainnya. Dengan kesempurnaan yang dimiliki, Allah SWT menempatkan kita pada permukaan yang paling atas dalam garis horizontal sesama makhluk. Dengan akalnya, manusia mengakui adanya Allah SWT. Dengan hati nuraninya, manusia menyadari bahwa dirinya tidak lepasdari pengawasan dan ketentuan Allah SWT. Dan dengan agama, manusia belajar mengenal Tuhannya dan belajar cara berkomunikasi dengan sesamanya. Faktor Struktur Dasar Kepribadian Manusia Dalam teori psiko-analisis Sigmun Freud, struktur dasar kepribadian manusia terdiri dari tiga aspek, yaitu * Aspek Das es Aspek Biologis aspek ini merupakan sistem yang orisinal dalam kepribadian manusia yang berkembang secara alami dan menjadi bagian yang subjektif yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan dunia objektif. * Aspek Das ich Aspek Psikis timbul karena kebutuhan organisme untuk hubungan baik dengan dunia nyata. *Aspek das uber ich Aspek Sosiologis mewakili nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat. B. FUNGSI AGAMA DALAM KEHIDUPAN Secara terperinci agama memiliki peranan yang bisa dilihat dari beberapa aspek. Diantaranya adalah aspek keagamaan religius, kejiwaan psikologis, kemasyarakatan sosiologis, asal usulnya antropologis dan moral ethics. Dari Aspek Keagamaan Religius Agama menyadarkan manusia, tentang siapa penciptanya. Secara Asal usul Antropologis Agama memberitahukan kepada manusia tentang siapa, darimana, dan mau kemana manusia. Dari segi Kemasyatakatan Sosiologis Sarana-sarana keagamaan sebagai lambang-lambang masyarakat yang kesakralannya bersumber pada kekuatan yang dinyatakan berlaku oleh seluruh anggota masyarakat. Dan fungsinya untuk mempertahankan dan memperkuat rasa solidaritas dan kewajiban sosial. Secara Kejiwaan Psikologis Agama bisa menenteramkan, menenangkan, dan membahagiakan kehidupan jiwa seseorang. Dan secara Moral Ethics, agama menunjukkan tata nilai dan norma yang baik dan buruk, dan mendorong manusia berperilaku baik akhlaq mahmudah. C. RASA INGIN TAHU MANUSIA Human Quest for Knowledge Manusia lahir tanpa mengetahui sesuatu ketika itu yang diketahuinya hanya ”saya tidak tahu”. Tapi kemudian dengan panca indra, akal, dan jiwanya sedikit demi sedikit pengetahuannya bertambah, dengan coba-coba trial and error, pengamatan, pemikiran yang logis dan pengalamannya ia menemukan pengetahuan. Namun demikian keterbatasan panca indra dan akal menjadikan sebagian banyak tanda tanya yang muncul dalam benaknya tidak dapat terjawab. Hal ini dapat mengganggu perasaan dan jiwanya, dan semakin mendesak pertanyaan-pertanyaan tersebut semakin gelisah ia apabila tak terjawab. Hal inilah yang disebut dengan rasa ingin tahu manusia. Manusia membutuhkan informasi yang akan menjadi syarat kebahagiaan dirinya. D. DOKTRIN KEPERCAYAAN AGAMA Perlu dipahami bahwa dalam menjalankan fungsi dan mencapai tujuan hidupnya, manusia telah dianugerahi oleh Allah SWT dengan berbagai bekal seperti naluri insting, pancaindra, akal, dan lingkungan hidup untuk dikelola dan dimanfaatkan. Fungsi dan tujuan hidup manusia adalah dijelaskan oleh agama dan bukan oleh akal. Agama justru datang karena ternyata bekal-bekal yang dilimpahkan kepada manusia itu tidak cukup mampu menemukan apa perlunya ia lahir ke dunia ini. Agama diturunkan untuk mengatur hidup manusia. Meluruskan dan mengendalikan akal yang bersifat bebas. Kebebasan akal tanpa kendali, bukan saja menyebabkan manusia lupa diri, melainkan juga akan membawa kepada jurang kesesatan, mengingkari Tuhan, tidak percaya kepada yang gaib dan berbagai akibat negatif lainnya. Yang istimewa pada doktrin agama ialah wawasannya lebih luas. Ada hal-hal yang kadang tak terjangkau oleh rasio dikemukakan oleh agama. Akan tetapi pada hakikatnya tidak ada ajaran agama yang benar bertentangan dengan akal, oleh karena agama itu sendiri diturunkan hanya pada orang-orang yang berakal. Maka jelas bahwa manusia tidak akan mampu menanggalkan doktrin agama dalam diri mereka. Jika ada yang merasa diri mereka bertentangan dengan agama maka akalnya lah yang tidak mau berpikir secara lebih luas. SUMBER REFERENSI 1 Drs. M. Yatimin, Studi Islam Kontemporer 2 Prof. Dr. Amin Syukur, Pengantar Studi Islam 3 Al Qur'an dan Terjemah 4 Dr. Usman Syihab, Membangun Peradaban dengan Agama 5 Hardianto Prihasmono Ebook Ringkasan Shahih Bukhori
Agamadan Kebutuhan Manusia Terhadap Agama. Pengertian Diin: Secara umum: Yaitu sunnah,tariqah, dan sabil yang berlaku dalam suatu masyarakat. Maka semua kepercayaan adalah agama, baik yang percaya kepada Allah ataupun tidak Secara khusus: Adalah sunnah dan tariqah ilahiyyah yang berlaku bagi semua manusia di dunia untuk kesempurnaan hidup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan ciptaan Allah Swt yang diciptakan dari saripati tanah untuk menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai kemampuan. Dalam kehidupan manusia butuh tuntutan dari agama agar dapat hidup lebih baik. Kehadiran agama Islam yang di bawa Nabi Muhammad Saw,di yakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtra lahir dan batin . Di dalam nya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas luasnya. Manusia sebagai makhluk sempurna di antara makhluk-nakhluk lain mempunyai rasa keingin tahuan yang cukup besar. Rasa keingintahuan yang di miliki manusia di wujud kan dengan menggunakan kekuatan akal pikiran yang di di samping itu manusia memiliki kecenderungan untuk mencari sesuatu yang mampu menjawab segala pertanyaan yang ada dalam benaknya Rasa ingin tahu dan rasa takut yang ada di dalam diri manusia mendorongrasa tumbuh keagamaan dalam diri manusia. Manusia merasa berhak untuk mengetahui siapa yang menciptakanya dan apa yang mesti ia lakukan di duni dan alam akhirat,yang merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah karena itu ,agama sangat lah berperan penting dalam kehidupan manusia. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian Agama? 2. Bagaimana latar belakang kebutuhan manusia terhadap agama ? 3. Apa fungsi agama dalam kehidupan manusia ? 4. Doktrin-doktrin apsajakah yang menjadi kepercayaan agama ? C. Manfaat Penulisan 1. Untuk mengetahui arti dari agama itu sendiri. 2. Untuk mengetahui latar belakang kebutuhan manusia terhadap agama. 3. Untuk dapat mengetahui fungsi agama dalam kehidupan manusia. 4. Untuk mengetahui doktri-doktrin kepercayaan agama. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Agama Secara sederhana pengertian agama dapat di lihat dari sudut kebahasaan etimologis dan sudut istilah terminologis. Mengartikan agama dari sudut kebahasaan akan lebih mudah dari pada mengartikan agama dari sudut istilah. Karena pengertian agama dari sudut istilah ini sudah mengendung muatan subjektivitas dan orang yang mengartikanya. Atas dari dasar ini,maka tidak mengherankan jika muncul para ahli yang mendeskrisipkan tentang agama.[1] Mukti Ali pernah mengatakan,barang kali tidak ada kata yang paling sulit di beri pengertian dan definisi selain dari kata ini berdasarkan atas tiga alasan. Pertama, bahwa pengalaman agama adalah soal batini,subjektivitas,dan sangat individualis sifatnya. Kedua, barang kali tidak ada orang yang begitu bersemangat dan emosional dari pada orang yang membicarakan agama. Karena itu, setiap pembahasan tentang arti agama selalu ada emosi yang melekat erat sehingga kata agama itu sulit di definisikan. Ketiga, konsepsi tentang agama di pengaruhi oleh tujuan daro orang yang memberikan definisi tersebut.[2] Senada dengan Mukti Ali, M. Sastrapratedja mengatakan bahwa salah satu kesulitan untuk berbicara mengenai agama secara umum ialah adanya perbedaan- perbedaan memehami arti agama,di samping adanya perbedaan juga dalam serta penerimaan setiap agama terhadap suatu usaha memahami agama. Setiap agama memiliki interprentasi diri yang berbeda dan keluasaan interpretasi diri itu juga berbeda.[3] Selanjutnya karena banyak nya definisi tentang agama yang di kemukakan oleh para ahli,Harun Nasution mengatakan bahwa agama adalah pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus di Harun Nasution mengatakan agama tersusun dari dua kata a = tidak dang am = pergi jadi agama artinya tidak pergi, tetap di tempat,di warisi secar turun temurun dari satu generasi ke generasi ada lagi yang mengatakan bahwa agama tuntuna hidup manusia dan Ajaran yang di wahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rosul.[4]Dari beberapa definisi tersebut di atas,kita dapat menjumpai 4 unsur yang menjadi karakteristik agama sebagai berikut 1. Unsur kepercayaan terhadap gaib Kekuatan tersebut dapat mengambil bentuk yang gaib tersebut ialah dengan percaya kepada tersebut ialah dasar yang utama sekali dalam paham keagamaan. 2. Unsur kepercayaan dan kebahagian Unsur kepercayaan dan kesejahteraan hidup di dunia ini dan di akhirat nanti tergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan gaib yang di hilang nya hubungan yang baik itu,kesejahtraan dan kebahagiaan yang di cari akan hilang baik ini selanjutnya di wujudkan dalam bentuk peribadatan , selalu mengingat nya ,melaksanakan segala perintah nya, dan menjauhi larangan nya. 3. Unsur respon emosional yang bersifat dari manusia Respon tersebut dapat mengambil bentuk rasa takut,seperti yang terdapat pada agama primitif atau perasaan cinta seperti yang terdapat pada agama-agama respon tersebut dapat pula mengambil bentuk penyembahan seperti yang terdapat pada agam-agama monoteisme dan pada akhirnya respon tersebut mengambil bentuk dan cara hidup tertentu bagi masyarakan yang bersangkutan. 4. Unsur paham adanya kudus scared dan suci Dalam bentuk kekuatan gaib,dalam kitab suci yang mengandung ajaran-ajaran agama yang bersangkutan, tempat – tempat tertentu, peralatan untuk menyelenggarakan upacara, dan sebagainya. [5] Dari uraian tersebut kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun di wariskan kepda suatu generasi ke generasi dengan tujuan untuk memberikan tuntunan dan pedoman hidup bagi manusia untuk agar mencapai kebahagian di dunia dan di akhirat, yang di dalamnya mencakup unsur kepercayaan kepada kekuatan gaib yang selanjutnya menimbulkan respon emosinal dan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup tersebut bergantung pada adanya hubungan yang baik dengan kekuatan gaib tersebut. B. Latar Belakang Kebutuhan Manusia Terhadap Agama Secara alamiah manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar dirinya ini dapat di lihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup,musibah dan berbagai bencana. Ia mengeluh dan meminta pertolongan kepada suatu yang serba maha yang dapat membebaskanya dai keadaan ini. Naluriah ini membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan membutuhkan sang kholik nya.[6] Sekurang-kurang nya ada empat alasan yang melatar belakangi perlunya manusia terhadap agama sebagai tuntunan hidup manusia itu manusia dapat kebahagiana di dunia maupun di akhirat. Ke empat alasan tersebut secara singkat dapat di kemukakan sebagai berikut 1. Latar belakang fitrah manusia Imam Ali as menyebutkan bahwa mereka di utus untuk mengingatkan manusia kepada perjanjian yang telah di ikat oleh fitrah mereka,yang kelak mereka akan di tuntuk untuk itu tidak tercatat di atas kertas,tidak pula di ucapkan oleh lidah,melainkan terukir oleh pena ciptaan Allah di permukaan kalbu dari lubuk manusia , dan di atas permukaan hati nurani serta di kedalaman perasaan batiniah.[7] Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut buat pertama kali di tegaskan dalam agam Islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitrah manusia belum mengenal kenyataan di masa akhir-akhir ini, muncul beberapa orang yang menyerukan dan keagamaan yang ada di dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia pada karenanya ketika datang wahyu Allah yang menyeru manusia agar beragama,maka seruan tersebut memang sangat sejalan dengan fitrahnya dalam Al-Qur’an Allah telah menjelaskan fitrah manusia itu sendiri yang berbunyi óOÃ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÃe$Ã9 $Zÿ‹ÃZym 4 NtôÜÃù !$ ÓÉL©9$ tsÜsù }¨$¨Z9$ $pköŽn=tæ 4 Ÿw ŸƒÃ‰Ã¶7s? È,ù=yÜÃ9 !$ 4 šÃ9ºsŒ ÚúïÃe$!$ ÞOÃhŠsø9$ ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$ Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ “Maka hadap kanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah,Tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan fitrah manusia itu ada perubahan pada fitrah Allah itulah itulah agma yang lurus. Tetapi banyak manusian yang tidak mengetahui. Qs. Ar-Rum 30.” 2. Kelemahan dan kekurangan manusia Manusi dalam penciptaanya memiliki kelebihan dan mengoptimalkan kelebihan dan kekurangan manusia di perlukan agama sebagai dsar berperilaku dan bersikap sehingga mereka mampu memenuhi segala kebutuhanya dengan baik sesuai kaidah tata nilai dalam ajaran agamanya, sehingga kebahagian di dunia dan di akhirat dapat tercapai. Factor lain yang membelakangi manusia memiliki agama adalah karena di samping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki kekurangan.[8]Hal ini antara lain Sifat-sifat keburukan yang ada pada manusia antara lain sombong, inkar, iri, dan lain sebagainya, Karena itu manusia dituntut untuk menjaga kesuciaannya, hal yang dapat dilakukan untuk menjaga kesuciannya dengan cara mendekatkan diri pada Tuhan dengan bimbingan agama dan disinilah letak kebutuhan manusia terhadap agama. 3. Tantangan manusia Factor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia dalam kehidupanya senantiasa menghadapi berbagai tantangan,baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa hawa nafsu dan bisikan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang di lakukan manusia yang secara sengaja berupaya ingin memalingkan diri dari Allah. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya,tenaga,dan fikiran yang di manifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang di dalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Allah. Banyak manusia yang terjabak oleh harta orang-orang kafir yang sengaja di keluarkan agar manusia itu dapat mengikuti keinginanya. Berbagai bentuk budaya,hiburan,obat-obat terlarang dan lain sebagainya di buat dengan itu upaya mengatasi dan membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar dapat taat dalam menjalankan dan tantangan hidup demikian itu,saat ini semakin meningkat, sehingga upaya mengamankan masyarakat menjadi penting. C. Fungsi Agama Dalam Kehidupan Agama mempunyai peraturan yang mutlak berlaku bagi segenap manusia dan bangsa, dalam semua tempat dan waktu, yang dibuat oleh sang pencipta alam semesta sehingga peraturan yang dibuatNya betul-betul adil. Secara terperinci agama memiliki peranan yang bisa dilihat dari aspek keagamaan religius, kejiwaan psikologis, kemasyarakatan sosiologis, hakkekat kemanusiaan human nature, asal usulnya antropologis dan moral ethics.[9] Dari aspek religius, agama menyadarkan manusia, siapa penciptanya. Faktor keimananjuga mempengaruhi karena iman adalah dasar agama.[10] Secara antropologis, agama memberitahukan kepada manusia tentang siapa, darimana, dan mau kemana manusia. Dari segi sosiologis, agama berusaha mengubah berbagai bentuk kegelapan, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Agama juga menghubungkan masalah ritual ibadah dengan masalah sosial. Secara psikologis, agama bisa menenteramkan, menenangkan, dan membahagiakan kehidupan jiwa seseorang. Dan secara moral, agama menunjukkan tata nilai dan norma yang baik dan buruk, dan mendorong manusia berpeilaku baik akhlaq mahmudah. [11] Manusia adalah mahluk yang memiliki rasa keagamaan, kemampuan untuk memahami dan mengamalkan nilai agama. Tugas manusia didunia yaitu ibadah dan mengabdi kepadanya. Fungsi agama yaitu sebagai pustaka kebenaran, dimana agama diibaratkan sebagai suatu gedung perpustakaan kebenaran. Agama dapat dijadikan suatu pedoman dalam mengambil suatu keputusan antara yang benar dan yang salah.[12] Peranan social agama bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat.[13] D. Doktrin Kepercayaan Agama Islam Doktrin adalah ajaran tentang asas-asas suatu aliran politik, keagamaan, pendirian segolongan ahli ilmu Doktrin berkaitan dengan suatu kebenaran dan ajaran. Keduanya tidak dapat dipisahkan sebab menegaskan tentang kebenaran melalui ajaran, sedangkan yang diajarkan biasanya dengan kebenaran. Dengan demikian, doktrin berisi tentang ajaran kebenaran yang sudah tentu memiliki “balutan” filosofis.[14]Doktrin keagamaan dalam islam antara lain 1. Iman Kepada Allah Swt Kalimat lailaha illa Allah atau sering disebut kalimat thoyyibah adalah suatu pernyataan pengakuan terhadap keberadaan Allah yang Maha Esa, tiada tuhan selain Dia Allah. Ia merupakan bagian lafadz dari syahadatain yang harus diucapkan ketika akan masuk Islam yang merupakan refleksi dari tauhid Allah ynag menjadi inti ajaran pengakuan-pengakuan lain nya yang berhubungan dengan nya,seperti zat Allah, sifat-sifat Allah ,Kehendak Allah, perbuatan af al Allah, malaikat Allah, para nabi dan utusan Allah, hari kiamat, serta surga dan neraka. Ia merupakan refleksi dari tauhid Allah yang menjadi inti ajaran keberadaan Allah berarti menolak keberadaan tuhan-tuhan lainya yang di anut oleh para pengikut agama selain Islam. a. Argumen Keberadaan Allah Pengakuan terhadap keberadaan Allah berarti menolak keberadaan tuhan-tuhan lainnya yang dianut oleh para pengikut agama lain. Ada tiga teori yang menerangkan asal kejadian alam semesta yang mendukung keberadaaan tuhan. Pertama, paham yang menyatakan bahwa alam semesta ini ada dari yang tidak ada, ia terjadi dengan sendirinya. Kedua, paham yang menyatakan bahwa alam semesta ini berasal dari sel yang merupakan inti. Ketiga, paham ynag mangatakan bahwa alam semesta itu ada yang menciptakan. b. Kemustahilan Menemukan Zat Allah Allah adalah Maha Esa baik dalam zat,sifat maupun dalam zat artinya Allah tidak tersusun dari beberapa bagian yang terpotong-potong dan dia pun tidak mempunyai dalam sifat berarti bahwa tak seorang pun yang memiliki sifat-sifat seperti yang dimiliki oleh esa dalam perbuatan af’al tidak ada seseorang pun yang mampu mengerjakan sesuatu yang menyerupai perbuatan dengan sifat rahman dan rahim nya telah membekali manusia dengan akal pikiran untuk di gunakan dalam menjalankan yang merupakan ciri keistimewaan manusia, sekaligus sebagai pembeda antara manusia dan makhluk lainnya, belum bisa digunakan untuk mengetahui persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh akal yaitu menemukan zat Allah, karena pada hakekatnya manusia berada dalam dimensi yang berbeda dengan Allah. 2. Iman kepada malaikat ,kitab dan rosul Allah Dalam konteks doktrin, agama selalu menjadi akidah, yakni sebagai suatu kepercayaan kepada Tuhan, suatu ikatan, kesadaran, dan penyembahan secara spiritual kepada-Nya. Sebagai suatu akidah, agama memiliki prinsip - prinsip kebenaran yang dituangkan dalam bentuk doktrin. Dalam dokrin kepercayaan agama Islam beriman kepada Allah adalah beriman kepada malaikat, kitab dan rasul Allah mempunya hukum yang pengertian dari iman kepada malaikat,kitab dan rosul Allah adalah sebagai berikut a. Iman Kepada Malaikat malaikat merupakan makhluk tuhan yang diciptakan dari nur cahaya,malaikat juga disebut sebagai al-mala’ al-a’ala kelompok tertinggi ia adalah makhluk langit yang mengabdi kepada Allah dengan bermacam-macam tugas yang diembannya, jumlahnya sangatlah banyak, namun yang harus kita imani hanyalah 10 nama malaikat beserta tugas-tugasnya. b. Iman Kepada Kitab-Kitab Allah iman kepada kitab Allah adlah wajib dan itu merupakan konsekuensi logis dari pembenaran terhadap adanya Allah, oleh karena itu tidak sepantasnya seorang mukmin mengingkari kitab-kitab Allah yaitu al-Qur’an, Injil, Taurat, dan Zabur. c. Iman Kepada Rosul – Rosul Allah Doktrin islam mengajarkan agar setiap muslim beriman kepad rasul yang diutus oleh Allah tanpa membedakan antara satu dengan yang lainnya.[15] BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Manusia merupakan ciptaan Allah Swt yang diciptakan dari saripati tanah untuk menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai kemampuan. Dari uraian tersebut juga di jelaskan Agama sangat lah penting bai umat manusia, karena dengan adanya agama manusia mempunyai pegangan dan pedoman hidup sehingga ilmu dapat menjadi lebih bermakna, yang dalam hal pertama kali ini adalah islam. Agama islam adalah agama yang selalu mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat kauniyah Sunnatullah yang terbentang di alam semesta dan ayat-ayat qur’aniyah yang terdapat dalam Al-Quran, menyeimbangkan antara dunia dan akhirat. Dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna, dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia. Dari uraian diatas dapat dui simpulkan bahwa ada 5 aspek yang terkandung dalam agama. Pertama , Aspek asal usulnya yaitu aspek yang berasal dari Tuhan, kedua Aspek tujuanya yaitu untuk memberikan tuntunan hidup agar manusia dapat hidup bahagia di dunia maupun di akhirat, ketiga Aspek ruang lingkupnya yaitu keyakinan akan adanya kekutan gaib ,keyakinan manusia bahwa kesejahteraanya di dunia dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik, ke empat Aspek permasyarakatanya yaitu di sampaikan. B. Saran Sebagai umat Islam yang mempunyai akal dan kehendak, hendaklah kita dapat memilih kehendak yang sesuai dengan ajaran Islam. Manusia sebagai sebagai makhluk ciptaan Allah hendaklah mengikti apa yang ada pada ajaran-ajaran agama Islam sesuai doktrin kepercayaan agama Islam. DAFTAR PUSTAKA Abuddi Nata. Metodologi Studi Islam, Jakarta PT Raja Grafindo Persada, 2013 Atang Abdul Hakim, Jaih Mubarak. Metodologi Studi Islam, Bandung PT Rosdakarya, 1997 diakses 23 September 2012 agama/. M. Amin Syukur. Pengantar Studi Islam, Semarang CV Bima Sakti,2013 [1] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta PT Raja Grafindo Persada, 2013, Cet. Ke-20, hlm. 7. [6]http// [7] Abuddin Nata, op. cit., hlm. 16. [9] M. Amin Syukur, Pengantar Studi Islam SemarangCV Bima Sakti,2003, hlm. 25. [12]http// [14]http// [15] Atang Abdul Hakim, Jaih Mubarok, Metedologi Study Islam, BandungPT. Rosdakarya,2007, Cet. Ke-9, hlm. 109-124.
Karenakebutuhan manusia terhadap agama dapat disebabkan karena masalah prinsip dasar kebutuhan manusia. Untuk menjelaskan perlunya manusia terhadap agama sebagai kebutuhan. Ada empat faktor yang menyebabkan manusia memerlukan agama. Yaitu:[[6]] a) Faktor Kondisi Manusia
ArticlePDF Available AbstractThe paper is aimed to know the religion as the need inhuman life, religion as the basic of human need, and religion isfunctioning as the need for human. People need religion as guidance tolive in the world. Religion can be interpreted as a guide of life. Islam isreligion and it has a holly book called Al Qur‟an. It leads people howto live in the world properly. It also leads people how to do good seedsor to avoid bad seeds. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 ISSN 1693-9867 Al-A’raf Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat Diterbitkan oleh Jurusan Tafsi Hadis dan Akidah Filsafat IAIN Surakarta Penanggung Jawab Abdul Matin Bin Salman Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Pemimpin Redaksi Nurisman Sekretaris Redaksi Tsalis Muttaqin Dewan Redaksi Islah Gusmian Ari Hikmawati Tsalis Muttaqin Waryunah Irmawati Siti Nurlaili Muhadiyatiningsih Kasmuri Syamsul Bakri Redaktur Ahli Mark Woodward Arizona State University, Tempe, USA Mahmoud Ayoub Hatford Theological Seminary, Connecticut, USA Florian Pohl Emory University, Georgia, USA Nashruddin Baidan STAIN Surakarta Damarjati Supadjar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Tata Usaha Heny Sayekti Puji Lestari Gunawan Bagdiono Alamat Redaksi Sekretariat Fakultas Ushuludin dan Dakwah IAIN Surakarta Jl. Pandawa, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo 0271 781516 Email Redaksi menerima tulisan ilmiah dari kalangan manapun tanpa mesti sejalan dengan pandangan redaksi. Redaksi berhak menyunting, dan menyempurna-kan naskah tulisan yang diterima tanpa mengubah substansinya. Adapun isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Naskah tulisan berkisar sekitar 15-20 halaman kwarto dengan spasi ganda dalam bentuk disket dan print out-nya. Naskah disertai abstrak dalam bahasa asing Arab atau Inggris. AGAMA DAN MANUSIA Wardoyo, Drs. M. M Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, IAIN SURAKARTA Abstract The paper is aimed to know the religion as the need in human life, religion as the basic of human need, and religion is functioning as the need for human. People need religion as guidance to live in the world. Religion can be interpreted as a guide of life. Islam is religion and it has a holly book called Al Qur‟an. It leads people how to live in the world properly. It also leads people how to do good seeds or to avoid bad seeds. Keyword Religion, people A. PENDAHULUAN Dewasa ini kebutuhan mausia beragam. Macam-macam kebutuhan ada kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan primer adalah suatu kebutuhan yang harus dipenuhi sekarang juga dan harus ada tidak boleh diabaikan. Dengan demikian juga termasuk kedalam agama sebagai kebutuhan mutlak yang harus ada dalam kehidupan manusia adalah agama sebagai kebutuhan primer adalah kebutuhan yang harus ada, jadi tidak bisa tidak ada, merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditinggalkan sehingga kebutuhan itu harus dipenuhi, maka selalu melekat dalam kehidupan manusia. B. METODE PENELITIAN Penulisan ini menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan kualitatif yang bertujuan untuk membahas bahwa agama sebagai dasar dan fungsi kebutuhan mutlak manusia. C. PEMBAHASAN 1. Agama sebagai Kebutuhan Mutlak dalam Kehidupan Manusia Di dalam perilaku manusia dalam masyarakat tentu ada dua penilaian, manusia itu merupakan makluk yang ingin berbuat baik, tetapi karena pengaruh lingkungan maka manusia itu akan berbuat sesuai dengan pengaruh lingkungan, walaupun unsur yang ada dalam 82 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 dirinya sendiri untuk berbuat baik tidak dapat ditinggalkan, sehingga perilaku manusia merupakan perpaduan antara pengaruh dari dalam yaitu pengaruh hati nurani dan pengaruh dari luar yaitu alam lingkungan itu sendiri. Maka keputusan akan manusia perpaduan antara tuntutan agama dengan pengaruh dari lingkungan. Baik buruk manusia dalam perilaku agama dapat juga dipakai sebagai sarana yang tidak bisa ditinggalkan dalam mencapai kehidupan diri sendiri maupun kehidupan manusia atau golongan. Sebab perbuatan baik dalam agama dapat menunjang kehidupan manusia dalam kehidupan baik berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Maka aturan tentang baik buruk agama, manusia dan masyarakat merupakan kebutuhan yang dapat menunjang untuk mencapai kehidupan manusia yang lebih baik. 1. Aspek-Aspek Agama dalam Kehidupan Manusia Bahwa hakekat agama adalah kemampuan dalam diri manusia untuk membedakan mana yang baik dan mana yang hal di atas kita dapat memperoleh gambaran bahwa manusia dapat menentukan dirinya dalam tindakannya itu apakah ia akan berbuat baik atau akan berbuat buruk, apakah perbuatan baik yang dilakukan itu sesuai dengan kehendak Tuhan ataukah bertentangan dengan Tuhan. Maka agama agama seseorang berperasaan di dalam menentukan baik buruknya tindakan yang dilakukan, maka perlulah di dalam kehidupan manusia mempunyai segi pandangan agama agama, sehingga keseluruhan dari jumlah penduduk yang ada dalam suatu wilayah atau Negara benar-benar menyadari akan perlunya mempunyai pengalaman akan norma agama yang berlaku di dalam masyarakat, sedangkan dalam pelaksanaannya dapat sesuai dengan hati nurani manusia. Dengan demikian kesadaran manusia keseluruhan dari jumlah penduduk benar-benar tumbuh dengan subur agar dapat menentukan perbuatan yang sesuai dengan kehendak agama, apakah perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Dengan demikian akan terlihat hakekat agama dari keseluruhan jumlah penduduk yang bertempat tinggal dalam satu wilayah atau Negara tertentu sehingga dapat menunjang cita-cita dari keseluruhan jumlah penduduk tersebut. Kehidupan yang baik merupakan cita-cita dari jumlah penduduk itu begitu diperlukan, sehingga seandainya agama dari keseluruhan jumlah penduduk itu selalu menentukan perbuatan yang buruk, maka hal itu tidak dapat menunjang untuk kehidupan orang banyak. Koentjaraningrat, Pengantar Antroologi, yogyakata 1962, Hlm. 385 Wardoyo, Agama dan Manusia 83 Manusia dalam tindakan sehari-hari dapat dijadikan sebagai cermin daripada akal yang bersendi dalam agama masing-masing. Walaupun manusia di dalam melakukan tindakan mempunyai kesadaran agama yang begitu tinggi tergantung dari kebiasaan seseorang atau adat kebiasaannya. Karena itu dapat kita kemukakan bahwa “Sebelum mengadakan tindakan kata agama sudah memutuskan satu diantara empat hal yaitu memerintah melarang, menganjurkan, dan membiarkan. Sesudah melakukan tindakan, kata agama menjatuhkan sanksi, bila beragama memberikan penghargaan, dan bila tidak beragama memberi hukuman. Atas penilaian tersebut di dalam hal-hal yang baik menjelma dalam bentuk senang, bahagia, dan bangga. Sedang dalam hal tidak baik menjelma dalam bentuk sedih tau menyesal”.Berdasarkan hal itu kita mendapatkan gambaran bahwa manusia dalam melakukan agama sudah merupakan keputusan dari kata hati, karena sebelumnya kata hati sudah memutuskan dengan pertimbangan empat hal yaitu memerintah, melarang, menganjurkan, dan membiarkan, sehingga dengan empat hal itulah manusia dapat menentukan tindakan apakah tindakan itu baik sesuai agama ataukah tindakan itu buruk tidak sesuai agama dan apakah tindakan itu agamais atau tidak agamais. Oleh sebab itu, kata hati yang agamais juga memberikan penilaiannya. Akan tetapi, hal itu hanya akan dirasakan oleh seseorang yang melakukan tindakan itu karena tindakan yang tidak diberikan penghargaan namun dicela, akan tetapi tindakan yang beragama tentu diberikan penghargaan, sedangkan kedua hal itu akan menjelma dalam bentuk-bentuk tertentu, misalnya dalam tindakan yang tidak beragama penjelmaannya dalam bentuk sedih, menyesal dan lainnya sebagainya, sedangkan tindakan yang beragama akan menjelma dalam rasa bangga dan senang. Dengan demikian dapat kita ketahui dalam penjelmaan merupakan bagian dari salah satu unsur dari kehidupan manusia yaitu rasa senang, bangga dan penyesalan, rasa sedih hal itu bertentangan dengan unsur-unsur dalam kehidupan manusia yang beragama. Maka di dalam menunjang kehidupan beragama memerlukan perbuatan yang beragama, karena perbuatan yang beragama merupakan keputusan dari hati nurani, sehingga akan dapat menentramkan situasi dan kondisi dalam masyarakat tertentu yang mana kesadaran agama selalu berhubungan Tuhan dengan keadaan kejiwaan manusia, karena itu akan selalu mendekati kebaikan dan berbuat yang benar, bertindak yang adil. Oleh karena itu, seseorang yang beragama dalam mengambil Ibid. 128 84 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 keputusan untuk bertindak akan selalu mendekati kebaikan dan kebenaran, serta keadilan. Dengan demikian dapat kita melihat bagaimana fungsi agama dalam kehidupan manusia, apakah dalam hal kebenaran dan kebaikan serta keadilan merupakan suatu hal yang tidak dapat ditinggalkan dan apakah memang menjadi salah satu bagian untuk mencapai kehidupan yang layak yang di dunia dan di akhirat. Masalah kebaikan, kebenaran, dan keadilan akan selalu mendekat pada unsur kejiwaan manusia. Unsur-unsur kejiwaan itu merupakan bagian dari salah satu unsur pokok dalam pemenuhan kebutuhan yang bersifat rohaniah. Maka unsur kejiwaan dapat menentukan tentang mampu dan tidaknya di dalam memenuhi rohaninya sendiri dalam mana kepuasaannya itu juga tergantung daripada unsur kejiwaan, sehingga unsur kejiwaan manusia itulah yang dapat menentukan apakah dapat memenuhi kebutuhan rohaninya itu secara layak sesuai dengan harkat kemanusiaannya. Dengan demikian dapatkah kita kemukakan bahwa “Perbuatan yang beragama yang harus terlihat padanya secara mutlak dan esensial sifanya. Manusia yang serba baik dan serba bisa itu masih harus mempertahankan norma agama, dan manusia hanya akan tidak baik sebagai manusia bilamana manusia itu tidak mematuhi norma agama. Oleh sebab itu, norma agama mutlak dipertahankan bahkan agama itu sebagai miliknya yang dipakai sebagai kelengkapan hidup”.Berdasarkan hal itu dapatlah kita mendapat gambaran bahwa agama merupakan teman hidup yang tidak dapat dipisahkan, bilamana manusia dapat memisahkan dari kehidupan, manusia itu dalam dirinya sendiri sudah tidak dapat mempertahankan nilai-nilai kemanusiaanya. Dalam kehidupan sehari-hari masalah agama tidak dapat lepas dengan sendirinya norma agama selalu mengikuti perkembangan kehidupan manusia baik dalam kehidupan secara individu maupun dalam kehidupan sosialnya, maka barulah manusia di dalam pergaulannya mempunyai kehendak untuk mempertahankan nilai-nilai agamanya, sehingga nilai agama itu benar-benar dapat meresap dalam hati sanubarinya masing-masing, dan di dalam pergaulan betul-betul menyadari akan perlunya adanya kesadaran terhadap agama baik secara pribadi berdiri sendiri maupun secara kelompok. Dengan demikian baik secara pribadi maupun kelompok akan tumbuh kesadaran agamanya, sehingga mempunyai anggapan bahwa kesadaran agama tidak lain adalah di dalam diri manusia baik secara pribadi maupun Achmad Sutrisno Hudoyo, Etika Filsafat Praktis, Yogyakarta, 1980, Hlm. 14. Wardoyo, Agama dan Manusia 85 kelompok merasa wajib untuk nelakukan tindakan yang beragama, sehingga tindakan itu dapat sesuai hati nurani dari masing-masing pribadi maupun kelompok. Maka perasaan wajib akan selalu berkembang sesuai kejiwaan dari manusia sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Oleh sebab itu, perasaan wajib dapat dipakai sebagai unsur dari kesadaran agama. Sehingga dapatlah kita kemukakan bahwa “Norma agama melekatkan wajib di pundak manusia tanpa syarat mutlak; misalnya ada sesuatu perintah jangan engkau membunuh, hal itu bukan dimaksud sebagai imperaktif bersyarat melainkan sesuatu hal yang memang sudah mutlak tidak bersyarat”.Berdasarkan hal itu bahwa norma agama berlakunya dengan syarat apapun sehingga manusia tanpa terkecuali dapat dikenai oleh norma agama yang mana norma agama timbul sejak manusia lahir, karena norma agama itu merupakan keputusan dari hati sanubari manusia yang akan dipakai untuk mempertahakan harkat kemanusiaannya. Sehingga norma agama itu secara individu maupun secara kelompok tanpa mempunyai syarat yang harus dipenuhi oleh setiap manusia. Dengan demikian norma agama itu akan mempunyai ruang lingkup yang dalam kenyataanya tidak mempunyai batas dan selalu berada di atas perilaku kehidupan manusia. Dapat juga dinamakan suatu norma yang mempunyai sifat tetap tidak berubah dalam kenyataannya. Dengan demikian norma agama itu selalu berkaitan dengan perilaku kehidupan manusia. Sebab tidak dapat dipisahkan dan selalu dalam waktu yang selalu bersamaan. Maka dapatlah kita kemukakan bahwa “Norma agama mempunyai kenyataan atau realitas yang termasuk aktif, objektif, bahkan transenden. Ia mendalam suatu realitas dalam arti ideal. Pengertian realitas mengandalkan kaitan-kaitan bersama. Mereka tidak dalam keadaan terlepas satu sama lain melainkan bertalian satu sama lain”.Dengan demikian dapatlah kita ketahui bahwa norma agama berada di atas setiap perilaku kehidupan manusia. Dalam kehidupan manusia itu selalu berhubungan dengan segala aspek-aspeknya di dalam aspek itu akan dapat mencapai suatu mencapai suatu tujuan bersama yang selalu didambakan dalam kehidupannya baik secara pribadi maupun secara kelompok. Dengan demikian norma agama akan selalu mengikuti segala gerak-gerik perkembangan kehidupan manusia mempunyai kewajiban mengatur dan memerintahkan agar melalui De Vos H. Pengantar Etika, Diterjemahkan oleh Moortono, Hal. 42. Ibid. Hlm. 45. 86 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 jalan yang baik sehingga akan dapat mencapai arah yang ingin dituju daripada kehidupannya itu. Oleh sebab itu, norma agama dapat memberikan arah dan pandangan kepada setiap manusia, karena manusialah yang ingin mencapai kehidupan itu sendiri memerlukan arah yang baik pada hal yang dapat menentukan dan memberikan arah, sehingga dapat terwujudnya kehidupan, baik kehidupan yang bersifat individu maupun keseluruhan dari individu yang bertempat tinggal dalam satu wilayah Negara. 2. Implikasi Agama dalam Kehidupan Manusia Agamaitas dapat disebutkan sebagai agama bagi tingkah laku manusia, yaitu untuk menentukan apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk, oleh sebab itu dapatlah diketahui bahwa tindakan yang bertentangan dengan norma adalah tindakan yang tidak beragama, sedang tindakan yang tidak bertentangan dengan norma itu adalah tindakan yang beragama. Dengan dekimian norma agama dapatlah diperuntukkan kepada semua masyarakat di dalam masyarakat itu dapatlah dilihat dari tindakannya, jika di dalam masyarakat yang anggota masyarakatnya tidak selalu mentaati norma agama atau selalu bertentangan dengan norma agama, maka akan dapat membawa masyarakat itu norma agama dapat bersifat empiris. Sehingga dalam hubungannya dengan kehidupan manusia dapatlah dikatakan bahwa manusia terdiri dari beberapa masyarakat yang mempunyai arah dan pandangan sama. Dengan demikian kehidupan manusia memerlukan suatu norma yang dapat mengatur perilaku manusia dalam masyarakat yang mana angota dari masyarakat itu saling dapat tercapai cita-citanya. Dalam mencapai cita-cita itu diperlukan manusia yang betul-betul dapat menggunakan agamanya baik secara pribadi maupun bersama-sama dalam kelompoknya. Dengan demikian dalam kehidupan manusia itu betul-betul manusia mengerti akan penggunaan norma agama agar dapat menyadari bahwa untuk mencapai kehidupan itu diperlukan unsur agama itu dapat membedakan tindakan yang baik dan buruk berdasarkan norma yang berlaku dalam masyarakat masing-masing. Norma agama yang berlaku dalam masing-masing masyarakat itu kadang dapat bersifat tetap dan kadang-kadang bersifat tidak tetap tergantung daripada penggunaanya, serta harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi dalam masyarakat itu. Dengan demikian akan terciptalah masyarakat beragama dalam arti norma agama itu betul-betul dihayati dan dilaksanakan berdasarkan keputusan hati nurani dari anggota masyarakat itu, karena hati nurani dapat memberikan Wardoyo, Agama dan Manusia 87 petunjuk-petunjuk sebelum manusia melakukan tindakan dan juga dapat memberikan keputusan tentang baik buruknya tindakan itu serta kadang-kadang memberikan hukuman baik itu bersifat non pribadi atau sekelompok orang. Oleh sebab itu, dapatlah kita kemukakan bahwa “Kata hati sebagai indek petunjuk iuduk hakim dan vindek penghukum. Sebagai induk karena kata hati dapat memberikan petunjuk tentang baik buruk suatu tindakan yang mungkin akan dilakukan seseorang. Indek karena sesudah tindakan dilakukan kata hati lalu menentukan baik buruknya tindakan. Kata hati sekaligus sebagai vindek penghukum karena jika ternyata tindakan itu buruk maka dinyatakan dengan tegas dan berulangkali buruklah itu”.Dengan gambaran di atas dapatlah kita ketahui bahwa begitu pentingnya peranan kata hati, disatu pihak dapat memberikan hukuman. Atas dasar itulah peranan kata hati yang bersifat ganda alam selalu melekat dalam setiap manusia yang mana manusia itu bagian dari manusia. Sehingga untuk itulah kata hati dari manusia akan mempunyai peranan yang sama dengan kata hati dari manusia pribadi. Maka kata hati dari manusia itu dapat juga memberikan petunjuk di dalam manusia akan melakukan tindakan dan sesudah manusia akan melakukan maka memberikan keputusan tentang baik buruknya tindakan dari manusia itu serta akan memberikan hukuman jika tindakan dari manusia itu buruk dan akan memberikan penghargaan jika tindakan dari manusia itu baik. Jika peranan kata hati begitu maka kata hati itu juga dapat menentukan apakah manusia itu dapat memenuhi kebutuhannya, dalam hal ini kata hati memberikan petunjuk supaya dapat memenuhi kebutuhannya dengan layak sesuai dengan hakekat kemanusiaannya. Untuk memenuhi kebutuhan itu kata hati juga memberikan keputusan tentang jalan yang ingin dilakukan ataukah jalan yang sudah dilakukan untuk menentukan apakah jalan yang dilakukan itu melalui jalan yang baik atau yang buruk, dan kata hati juga memberikan penghargaan jika melalui jalan yang tidak baik maka kata hati memberikan penyesalan, dalam hal itu kata hati memberikan dalam bentuk rasa senang dan rasa bangga jika melalui jalan yang baik dan memberikan penghargaan dalam bentuk sedih, menyesal jika melalui jalan yang tidak baik. Dengan itulah manusia di dalam ingin mencapai kehidupan juga memerlukan norma yang berupa norma agama karena manusia agar mempunyai kesadaran agama yang tinggi sehingga dapat menentukan Ibid. Hlm. 38 88 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 dengan pasti untuk menentukan tindakannya. Dengan kesadaranyang terdapat dalam manusia itu maka kehidupan itu maka kehidupan tidak dapat lepas dari unsur agama seseorang. Karena kehidupan itu kepentingan manusia baik secara individu maupun sosial. Norma agama dapat mengatur manusia secara pribadi maupun secara kelompok dengan demikian manusia pun berada di bawah norma agama dengan sendirinya hati nurani dari manusia itu memerintahkan untuk berbuat yang sesuai dengan kehendak kata hati dengan berdasarkan kesadaran agama yang sesuai dengan kebiasaannya. Maka dapatlah kita kemukakan bahwa “Kadar agamaitas yang intingtif terwujud pula dalam perilaku yang intingtif. Sedangkan agamaitas yang berdasarkan adat kebiasaan terwujud pada perilaku yang senantiasa bercorak kemasyarakatan ke adat kebiasaan atau tradisional. Agamaitas yang berdasarkan atas kata hati atau hati nurani terwujud pada perilaku yang bercorak kenuranian”.Dengan dasar itu maka kadar agamaitas manusia yang bercorak kemasyarakatan akan berdasarkan pada adat kebiasaan atau tradisional. Oleh sebab itu, agamaitas manusia betul-betul akan kelihatan di dalam perilaku kehidupannya untuk menunjang kehidupan. Maka di dalam memenuhi kebutuhan manusia itu jika didasarkan pada intingtif akan terwujud kebutuhan itu bersifat intingtif akan terwujud pula di dalam perilaku untuk memenuhi kebutuhan itu bersifat intingtif. Sedang jika manusia dalam memenuhi kebutuhan bercorak kenuranian, maka kadar agamaitas akan didasarkan pada kata hati atau hati nurani. Maka di sini dapatlah kita golongkan menjadi tiga hal mengenai kadar agamaitas antara lain a. Kadar agamaitas yang berdasarkan intingtif; b. Kadar agamaitas yang berdasarkan adat kebiasaan; dan c. Kadar agamaitas yang berdasarkan hati nurani. Manusia di dalam setiap perilaku kehidupannya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari tentulah didasarkan pada ketiga hal di atas baik yang bersifat individu maupun yang bersifat sosial di dalam kehidupan itu tidak dapat lepas dengan masalah kepuasaan. Mengenai kepuasaan baik yang bersifat jasmani maupun ruhani, baik dalam bentuk individu maupun dalam bentuk sosial tidak akan dapat sama, sehingga dapat dikatakan bersifat realatif karena di dalam memenuhi kebutuhan itu didasarkan harkat kemanusiaan masing-masing. Dengan demikian masalah kehidupan juga bersifat relatif dari sifat relatif yang didasarkan Ibid. Hlm. 16. Wardoyo, Agama dan Manusia 89 pada masing-masing individu tapi mempunyai unsur yang sama yang tidak dapat ditinggalkan di dalam mencapai kehidupan itu yakni unsur alam, unsur manusia, dan unsur nilai. Ketiga unsur itu selalu melekat, sehingga merupakan hal yang tidak dapat ditinggalkan dan merupakan hal yang bersifat umum. Di samping unsur yang mendasari untuk mencapai kehidupan maka ada beberapa hal yang merintanginya, hal-hal merintangi itu kadang-kadang berasal dari luar dan ada yang berasal dari dalam. Oleh sebab itu, hal-hal yang merintangi harus dapat diatasi oleh manusia. Hal-hal yang merintangi itu dapatlah kita kemukakan bahwa a. Rintangan dari luar manusia, misalnya bahaya, paksaan, dan ancaman. b. Rintangan dari dalam diri sendiri yang dapat dibagi atas dasar jasmaniah dan dasar rohaniah/kejiwaan. Dengan demikian kita mendapat gambaran bahwa untuk mencapai kehidupan mendapat rintangan yang berasal dari luar manusia, berupa ancaman dan paksaan hal itu dapat menganggu keamanan sehingga ketentraman kurang terjamin pada hal ketentraman kurang terjamin pada hal ketentraman merupakan bagian dari kehidupan yang harus dicapai. Mengenai rintangan dari dalam diri manusia sendiri yang didasarkan unsur jasmaniah harus diatasi oleh manusia yaitu dengan mengatasi semua kebutuhan dan memenuhinya sesuai dengan harkat kemanusiaannya, misalnya mengenai perumahan, sandang, pangan, dan sebagainya. Mengenai rintangan yang didasarkan rohani/kejiwaan dapat diatasi dengan memenuhi kebutuhan yang bersifat kejiwaan sesuai dengan harkat kemanusiaan, misalnya kebutuhan sex. 3. Fungsi Agama dalam Kehidupan Manusia Norma agama dimaksudkan untuk membedakan tindakan seseorang apakah baik atau buruk. Dengan agama itulah dapat ditentukan tindakan yang beragama atau tidak beragama. Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dengan manusia yang lain dalam kehidupan sehari-harinya. Oleh sebab itu, di dalam perilaku kehidupannya selalu timbul penilaian baik dari diri sendiri maupun dari masyarakat tentang baik buruknya tindakan itu. Nilai tentang baik buruk itu ditentukan oleh diri sendiri maupun oleh masyarakat. Dengan demikian norma agama itu datang dari hati nurani masyarakat kadang-kadang yang ada yang sama. Walaupun Ibid. Hlm. 20 90 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 begitu secara filsafat ingin mencari unsur yang sama untuk setiap agama dari beberapa masyarakat, agar dapat memperoleh suatu patokan yang dapat dipergunakan sebagai kriteria yang bersifat umum. Dengan kriteria yang bersifat umum itulah maka norma agama mempunyai pekerjaan untuk memberikan penilaian kepada semua tindakan seseorang dalam masyarakat. Mengenai penilaian itu ada yang positif/negatif dan baik/buruk. Kehidupan manusia, dalam hubungannya dengan fungsi agama, maka mempunyai kewajiban merupakan penilaian terhadap tindakan seseorang untuk mencapai kehidupan. Tentu saja tindakan seseorang itu dapat memenuhi kebutuhan secara langsung sesuai dengan harkat kemanusiaan. Dengan demikian tentang nilai baik buruk dari tindakan itu ditentukan oleh norma agama, apakah seseorang dalam berkehendak atas tuntunan hati nurani untuk mencukupi kebutuhan itu telah melaui jalan yang baik atau melalui jalan yang tidak baik, atau jalan yang positif dan tidak positif. Hal itu akan ditentukan oleh norma-norma sehingga akan dapat ditentukan kadar agamaitas. Walaupun kadar agamaitas itu didasarkan dari beberapa hal yang selalu melekat pada manusia sendiri tetapi hal itu dapat dipakai sebagai titik tolak untuk dipakai ke arah yang lebih maju. Oleh sebab itu, dapatlah kita kemukakan bahwa “Secara positif norma agama dianggap sebagai norma yang dapat menentukan dalam menyatakan penilaian terhadap baik atau buruknya seseorang. Harus selalu dilaksanakan, walaupun barang kali tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang lebih faktual dan yang lebih tergantung dari situasi dan keadaan. Secara negatif norma tersebut dianggap tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya”.Berdasarkan hal di atas kita dapat memperoleh gambaran bahwa norma agama dapat menentukan nilai dari tindakan seseorang walaupun dalam pelaksanaan tidak sesuai dengan peraturan yang secara nyata ada dan norma agama tidak dapat memaksakan dirinya untuk dilaksanakan akan tetapi didasarkan atas kesadaran dari masing-masing orang. Walaupun norma agama dapat diubah karena secara formal norma tersebut tertulis. Dalam hubungannya dengan kehidupan manusia norma agama kewajiban memberikan dan menentukan penilaiannya, maka setiap orang dapat diberikan penilaiannya di dalam tindakannya untuk Ibid. Hlm. 22 Wardoyo, Agama dan Manusia 91 mencapai kehidupan. Tentu saja nilai itu tergantung dari jalan yang dilalui untuk memenuhi kebutuhannya. Mungkin jalan yang dilakukan itu secara pribadi dapat dianggap baik, tapi berdasarkan masyarakat dapat dikatakan buruk. Karena individu sebagai anggota dari masyarakat dan jika didasarkan pada teori atomisme maka jika individu telah dianggap telah melalui jalan yang baik. Kalau didasarkan dari teori itu jika norma telah menggangap bahwa individu telah dianggap telah melalui jalan yang baik, maka keseluruhan masyarakat itu juga dianggap dalam mencapai kehidupan telah melalui jalan yang baik, tapi jika didasarkan pada teori totalitas maka jika keseluruhan dari anggota masyarakat telah dianggap melalui jalan yang baik maka masing-masing dari anggota tersebut juga telah dianggap melalui jalan yang baik. Kalau kita diterapkan teori totalitas tersebut dalam kehidupan maka masing-masing dari individu dapat dianggap dalam mencapai kehidupan telah melalui jalan yang baik. Tentu saja dalam memberikan penilaian itu memakai beberapa pertimbangan dan di dalam pertimbangan itu dibedakan menjadi berapa hal. Sehingga dapatlah kita kemukakan bahwa a. Pertimbangan terhadap kewajiban agama. Didalam etika normatif agama ini terdapat istilah mengenai suatu tindakan tertentu atau jenis tindakan yang secara agama dapat wajib/tidak wajib dan dapat betul atau salah serta harus/tidak harus. b. Pertimbangan terhadap nilai agama. Dalam etika normatif ini terdapat istilah yang selalu bersangkutan pada pribadi-pribadi, dorongan-dorongan, maksud-maksud, ciri-ciri untuk watak yang dapat bernilai atau tidak mempunyai nilai dalam arti agama tentang baik buruk, jahat-tidak jahat, mengagumkan, suci, bertanggungjawab, kesemuanya dalam arti agama. c. Pertimbangan terhadap nilai yang non agama. Apa saja yang dapat dinilai termasuk dalam kategori ini, misalnya bagus, sehat, kuat, pendiam, berguna, jarak, dan hal ini diatas dapatlah kita mendapat gambaran bahwa memberikan penilaian terhadap suatu tindakan dapatlah mengingat beberapa hal yaitu; keajaiban agama, nilai agama, nilai yang non agama. Dalam kaitannya kehidupan manusia, hal ini untuk memberikan penilaiaan tertentu saja harus mengingat apakah tindakan dari manusia untuk mencapai kehidupan itu termasuk kewajiban Foankena William K., Ethich, New Jersey, Prentico Hll. Inc.,1973, Hlm. 9. 92 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 agama atau tidak maka dapat kita melihat dengan didasarkan pada ciri-ciri bahwa suatu tindakan itu dapat dikatakan wajib atau tidak wajib, betul/salah dan harus/tidak harus. Maka kalau menentukan tindakan seseorang dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari agar dapat mencapai kehidupan. Misalnya si A harus mengembalikan uang pinjaman kepada si B, ini merupakan suatu tindakan yang dapat digolongkan dalam pertimbangan kewajiban agama. Dalam pertimbangan yang lain untuk menentukan penilainya itu atas dasar di atas yakni pertimbagan tentang nilai agama , maka dalam hubungannya dengan ketentraman manusia, apakah dalam tindakan manusia untuk mencapai kehidupan itu telah melalui jalan yang dapat digolongkan nilai agama atau tidak. Oleh sebab itu, maka dapatlah kita melihat ciri-cirinya yakni baik/buruk, jahat/tidak jahat. Tanggugjawab yang semuanya termasuk dalam arti agama. Dengan demikian tindakan seseorang untuk mencapai kehidupan itu apakah telah dapat digolongkan dalam kategori nilai agama. Misalnya dalam masalah keamanan, hal itu untuk mencapai kehidupan, maka ada perintah janganlah engkau mencuri uang itu, maka perintah itu merupakan kalimat perintah yang mempunyai nilai agama. Dalam pertimbangan yang ketiga ini mengenai nilai non agama berkaitan dengan kehidupan manusia maka apakah seseorang dalam tindakannya untuk mencapai kehidupan dapat digolongkan dalam kategori nilai yang non agama. Untuk menentukan hal itu harus kita lihat ciri-ciri dalam tindakan yang tidak beragama yaitu sehat, kuat, dan cantik. Dalam kaitannya dengan kehidupan manusia, tindakan manusia itu dapat dikategorikan dalam nilai yang non agama. Misalnya si A badannya begitu sehat, sehingga dapat menyelesaikan pekerjaannya. Kalimat itu ada kata sehat, sehat itu merupakan unsur juga dalam mencapai kehidupan, tetapi kata yang terdapat dalam kalimat itu dapat dikategorikan dalam nilai yang non agama. Dengan demikian dapatlah kita uraikan secara singkat bahwa fungsi agama dalam kehidupan manusia yakni memberikan suatu penilaiaan apakah tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhannya untuk mencapai kehidupan dapat diberikan penilaiaan baik-buruk, yang secara positif ditentukan dengan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yakni kewajiban agama, nilai agama, dan nilai non agama. Wardoyo, Agama dan Manusia 93 4. Agama sebagai dasar Kehidupan Manusia. Sebagaimana yang kita ketahui dasar berarti sesuatu yang dapat dipakai sebagai fundamen. Sesuatu yang dapat dipakai sebagai alas. Dengan demikian yang dimaksud dasar dalam kehidupan adalah sesuatu yang dapat dipakai sebagai fundamen atau alas dalam kehidupan masyarakat. Jika dalam hal ini kesesuaian sebagai dasar dalam kehidupan manusia yang dimaksud adalah agama itu dipandang, sebagai sesuatu yang dapat dipakai sebagai fundamen dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu, kesesuaian selalu melekat dalam kehidupan manusia baik dalam kehidupan yang bersifat pribadi maupun sebagai anggota dari pada rakyat. Dengan demikian tindakan atau perbuatan manusia selalu diikuti oleh norma-norma agama yang berlaku dalam masyarakat dimana manusia itu dalam perilaku kehidupan manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota dewan masyarakat. Oleh sebab itu, ada dua hal yang perlu kita ketahui yaitu a. Kebahagiaan sebagai tujuan akhir dari kehidupan manusia b. Pentingnya kesusilaan dalam kehidupan agama. 1. Kebahagiaan sebagai tujuan akhir dari kehidupan manusia. Kebahagiaan merupakan hal yang bersifat abstrak, tetapi hal yang bersifat abstrak, tetapi hal yan bersifat abstrak itu oleh manusia ingin diwujudkan kedalam dunia yang nyata. Walaupun dalam prosesnya memahami banyak rintangan-rintangan yang harus dihadapi dan harus diselesaikan. Namun manusia dalam kehidupan sehari-hari mempunyai sesuatu yang dapat juga disebut tujuan. Oleh sebab itu, tujuan tersebut pasti diarahkan demi kebaikan hidupnya. Karena agama dapat memberikan perintah terhadap perilaku manusia dalam kehidupannya tentang baik, maka dengan sendirinya jelas bahwa tingkah laku manusia adalah baik dan benar jika tingkah laku itu sependapat mungkin menyampaikan manusia ke arah kesempurnaan kebaikan. Setiap manusia dalam perilaku kehidupannya pasti mempunyai tujuan hidup, sehingga agama dalam hal ini melihat masalah kebaikan dalam lapangan merupakan tinjaun jarak pendek, karena langsung dapat dirasakan manusia setelah berhasil dalam bertindak. Sebagai contoh; keberhasilan seseorang dalam berdagang yaitu dapat memperoleh laba yang banyak, hal itu dapat langsung dirasakan oleh manusia di dunia. Sedangkan tujuan akhir mausia untuk kepentingan akhirat/sesudah di dunia ini merupakan tujuan jangka panjang tidak dapat langsung dirasakan oleh manusia di dunia ini. Sebagai contoh; dalam beribadah, manusia melakukan sembahyang, dalam melakukan sembahyang manusia itu mempunyai tujuan untuk mendapatkan 94 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 pahala dari Tuhan. Tetapi pahala tersebut tidak dapat langsung dirasakan oleh manuisa setelah bertindak, namun akan dirasakan dalam kehidupan di akhirat. Dalam kehidupan manusia tentu mempunyai tujuan akhir, karena tujun akhir dapat dipakai sebagai arah yang ditempatkan dipuncak dari suatu tindakan demi untuk kebaikan hidupnya. Kalau didasarkan pada etika agama sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat umum dalam arti berlaku untuk semua manusia. Semua manusia dalam usahanya mempunyai tujuan akhir yang sama dan akan didasarkan pada suatu tingkah laku yang membuat baik bagi manusia. Dalam memberikan uraian mengenai tujuan akhir dari manusia kita sebut seorang filsuf ada jaman Yunani Kuno yaitu Aristoteles. Menurut Arisoteles dikatakan bahwa tujuan akhir atau yang tertinggi ialah kebahagiaan. Dengan demikian setiap aktifitas manusia, terarahkan kepada tujuan, misal seorang dokter mengarah kepada kesehatan. Dikatakan bahwa kabahagiaan dapat ditempuh dengan berbagai cara. Misalnya; orang kalau baru sakit mempunyai harapan buat sembuh sehingga ia mendapatkan kesehatan yang diharapkan. Orang tersebut menggangap kesehatan merupakan sehat. Ada juga jika orang dalam usahanya baru berhasil dengan baik dan lalu bisa jadi kaya, orang tersebut menyetarakan bahwa kekayaan merupakan kebahagiaan, untuk menjawab pertanyaan itu disini kita ambilkan pendapat dari Aristoreles bahwa Kebahagiaan harus disamakan dengan suatu aktifitas, bukan dengan potensialitas, karena aktifitas mempunyai potensi. Suatu makhluk mendapat suatu kesempurnaannya bukan karena potensi saja melainkan karena potensi sudah mencapai contoh atau uraian diatas kita mendapat gambaran bahwa aktifitas manusia untuk mencapai kebahagiaan hanya dapat dicapai oleh manusia saja jadi tidak dapat dicapai dalam makhluk yang lain. Dengan demikian kebahagiaan yang sempurna manusia itu terdapat pada manusia saja maka kesempurnaan manusia itu dapat terwujud dalam dunia kenyataan jika manusia itu dapat menggunakan serta malaksanakan aktifitasnya sesuai dengan keputusan akalnya. Jika manusia tidak dapat melaksanakan aktifitasnya itu sesuai dengan keputusan akal, maka manusia itu tidak dapat mecapai kebahagiaan yang sempurna, maka kebahagiaan hanya dapat dicapai oleh manuisa dengan jalan kebaikan dalam menjalankan aktifitasnya. Ibid. Hlm. 161 Wardoyo, Agama dan Manusia 95 Walaupun demikian aktifitasnya itu harus masih disesuaikan dengan situasi dan kondisinya masing-masing, sehingga kebahagiaan itu merupakan sesuatu yang bersifat stabil. Jika kebahagiaan itu terlekat pada manusia maka kebahagiaan adalah merupakan suatu keadaan manusia yang bersifat stabil. Maka kebahagiaan merupakan suatu keadaan yang bersifat tetap yang hanya dapat ditemukan pada makhluk yang berbudi, karena makhluk yang berbudi itulah mempunyai keinginan dan keinginan itu hanya dapat dipenuhi dalam makhluk yang berbudi. Manusia menurut sifat kodratnya merupakan makhluk individu dan sebagai makhluk sosial, oleh karena itu kebahagiaan manusia mendapat bersifat objektif dapat bersifat subjektif. Bagaimana yang dimaksud kebahagiaan subjektif dan kebahagiaan objektif? Maka dalam hal ini kita berikan penjelasan secara singkat. Setiap manusia dalam perilakunya kadang-kadang dirinya merasa tidak merasa puas terhadap situasi dan kondisi dialamnya, sehingga ia merasa gelisah, merasa keinginannya yang akan dicapai sudah dapat dirasakan, maka seseorang itu dikataan bahagia. Dapatlah kita ketahui bahwa setiap manusia ingin mencapai tujuan hidup yaitu kebahagiaan, maka dalam hal ini dapat kita kemukakan hal-hal berikut a. Manusia mempunyai keingianan akan bahagia sempurna. b. Keinginan ini ialah sifat bawaan yang berasal dari kodrat manusia sendiri. c. Keinginan semacam ini harus ditanamkan dalam hati sanubari manusia oleh Tuhan, pencipta-Nya segala makhluk, kalau tidak demikian mungkin diterangkan. d. Sifat bawaan sedemikian tapi dimaksudkan Tuhan untuk mencapai kesempurmaan yang sesuai dengan manusia. Bukan Tuhan sesungguhnya jujur, bijaksana, dan baik. Oleh sebab itu harus ada sesuatu, apapun juga yang dapat dicapai dan akan dapat dicapai dan akan dapat memenuhi keingianan akan kebahagiaan sempurna. e. Memenuhi keingian itu bersama-sama dengan mencapai tujuan akhir. Bukanlah kebahagiaan sempurna meliputi keseluruhan kebahagiaan sempurna meliputi keseluruhan, kepuasan lengkap segala keinginan? Sebab-sebab itu akan nada keinginan untuk sesuatu yang lain. Ibid. Hlm. 7. 96 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 Dengan gambaran diatas maka dapatlah dikatakan setiap manusia mempunyai keinginan akan kebahagiaan, tetapi keinginan itu merupakan bawaan kodratnya manusia yang ditemukan dalam hati sanubari oleh Tuhan sebagai penciptanya. Sifat bawaan demikian itu dimaksudkan supaya dapat mencapai kebahagiaan, sedang kebahagiaan sendiri sudah meliputi segala keinginan yang diharapkan, oleh sebab itu tidak ada kemungkianan lain untuk sesuatu itu. Maka kebahagiaan selalu berhubungan dengan kehidupan manusia yang bersifat perorangan/subjektif. Kalau kita melihat segala sesuatu secara hakiki maka akan dapatkan sesuatu, hal itu dalam pengertiannya yang bersifat umum, sehingga dapat berlaku oleh banyak orang. Tentu saja dalam hal ini mempunyai unsur-unsur kesamaan dalam mencapai kebahagiaan. Oleh kerena itu kebahagiaan itu dapat dikatakan kebahagiaan yang bersifat objektif. Bagaimana halnya yang disebut dengan kebahagiaan yang objektif. Untuk menjawab hak itu makan akan kita berikan secara singkat. Untuk jelasnya kita berikan contoh, baik yang bersifat subjektif maupun bersifat objektif sehingga akan Nampak jelas perbedaannya. Bila si A merasa dirinya bahagia. Kebahagiaan si A tidak dapat dirasakan oleh si B, tetapi jika si A tidak berhasil dalam mencapai golongan kesarjanaan, maka si A merasa sedih, kesedihan si A tidak dapat dirasakan oleh si B. demikian itu dinamakan kebahagiaan sujektif. Tetapi kalau si A berhasil memperbaiki jalan yang telah rusak, maka si A merasa kebahagian karena dapat lewat dengan lacar. Kebahagiaan si A dapat dirasakan oleh si B karena si B dapat juga lewat jalan tersebut dengan lancar. Tetapi kalau jalan itu dibiarkan rusak sehingga si A pada waktu melawati merasa sedih, kesediahan itu juga dirasakan oleh si B pada waktunya melewati jalan tersebut. Demikian itu dinamakan kebahagiaan objektif. Kebahagiaan subjektif dalam ruang lingkupnya lebih sempit dibanding dengan kebahagiaa objektif. Kabahagiaan subjektif hanya menyangkut individu tetapi kebahagiaan objektif menyangkut manusia sebagai individu dan sebagai kelompok. Untuk mencapaikan lebih lanjut tentang kebahagiaan objektif akan kita berikan dua aliran yang sekiranya dapat memberikan keterangan secara singkat. Hedonisme. Dalam aliran ini menganggap bahwa manusia menurut kodratnya selalu berusaha untuk memperoleh kesenangan. Dengan prinsip Wardoyo, Agama dan Manusia 97 kesenangan itu maka dianggap merupakan faktor terpenting dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu manusia menurut kodratnya selalu ingin menghindari penderitaan dan mengganggap kesenangan merupakan suatu yang bernilai. Dengan demikian maka dalam kehidupan sehari-hari maka menganggap bahwa kebahagiaan didasarkan pada kesenangan, sehinga hal ini kebahagiaan didasarkan kesenangan, sehingga dalam hal ini kepuasan jasmani merupakan hal yang intensif dan mendalam di banding dengan kepuasan rohani. Walaupun demikian para penganut aliran ini masih mempunyai pemikiran untuk mencari bagaimana yang seharusnya untuk dapat melihat saat-saat kepuasan yang banyaknya demi untuk kepentingan bersama. 5. Ultitarianisme Dalam aliran ini beraggapan bahwa kegunaan sebagai urusannya. Tetapi kegunaan disini tidak hanya bersifat egoistik saja tapi juga memandang kepentingan kelompok. Sehingga dalam hal ini kepuasan tidak hanya bersifat egoistik tetapi juga melihat kepentingan orang lain, oleh karena itu dalam aliran ini selalu berusaha untuk kepentingan umum. Dengan demikian seseorang harus menolong demi kebahagiaan tertinggi bagi sejumlah orang yang terbanyak, maka dalam hal ini sebagian ukuranya bersifat kualitatif. Karena manusia dalam kehidupannya sebagai individu dan sebagai makhluk sosial. Sedang manusia adalah jumlah dari semua warga negara yang ada dalam suatu negara tertentu kecuali orang asing. Maka manusia merupakan unsur pokok untuk berdirinya manusia, oleh karena itu kehidupan manusia yang mempunyai tujuan hidup yaitu untuk mencapai kebahagiaan, dengan sendiriya kebahagiaan itu juga merupakan tujuan akhir dari kehidupan manusia. Dalam hal ini hanya kita disebut dua aliran yang bersifat objektif yaitu aliran hedonism dan ultitarianisme karena dalam hedonism, kesenangan merupakan ukuran dari kehidupan manusia, dan kesenangan merupakan ukuran dari kehidupan manusia serta sebagai salah satu unsur dari kebahagiaan. Sedangkan ultitarianisme, kegunaan merupakan ukuran dari kehidupan manusia baik yang bersifat individu maupun unsur untuk hal yang bersifat objektif. Untuk itukah keduanya yang bersifat objektif. Pentingnya Agama dalam Kehidupan Manusia. Agama artinya kebaikan atau keburukan daripada tindakan manusia. Dalam agama itu dapat bersifat subjektif serta dapat bersifat objektif. Dikatakan bersifat subjektif jika memandang agama itu berhubungan dengan keadaan seseorang, sedang dikatakan bersifat objektif jika memandang 98 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 kesusilaan dalam agama itu tidak berhubungan dengan keadaan seseorang secara kelompok. Kalau kita lihat dari artinya masalah kepribadian dalam kehidupan baik secara individu maupu secara kelompok. Oleh sebab itu kesusilaan dalam agama selalu berkaitan dengan batiniah dan lahiriah manusia dalam keburukan selalu menyangkut masalah kepribadian dalam kehidupan sehari-hari baik secara individu maupun secara kelompok lain sebagai manusia yang ada atau bertempat tinggal dalam suatu negara kecuali orang asing. Dikatakan selalu berkaitan dengan batiniah kalau seseorang itu di dalam melakukan tindakan sehari-hari baik secara individu maupun sebagai unsur dari masyarakat atas keputusan hati nurani atau batiniahnya sendiri tanpa ada pengaruh dari luar atau dari paksaan dari luar. Dikatakan agama itu selalu berkaitan dengan lahiriah, jika secara individu maupun untuk kepentingan sosial, karena bukan berasal dari keputusan hati nurani atau batiniah, tetapi berasal dari luar atau pengaruh dari luar, sehingga dapat dikatakan kemampuan hati nurani yang mendapat pengaruh dari luar. Sedang pengaruh itu bisa berasal dari sesama manusia bisa juga berasal dari luar. Dikatakan selalu berkaitan dengan batiniah kalau seseorang itu di dalam melakukan tindakan sehari-hari baik secara individu maupun sebagai unsur dari masyarakat atas keputusan hati nurani atau batiniahnya sendiri tanpa ada pengaruh dari luar atau dari paksaan dari luar. Dikatakan agama itu selalu berkaitan dengan lahiriah, jika secara individu maupun untuk kepentingan sosial, karena bukan berasal dari keputusan hati nurani atau batiniah, tetapi berasal dari luar atau pengaruh dari luar, sehingga dapat dikatakan kemampuan hati nurani yang mendapat pengaruh dari luar. Sedang pengaruh itu bisa berasal dari sesama manusia bisa juga berasal dari luar. Dengan demikian kesusilan dalam agama tidak hanya selalu berhubungan manusia secara individu tetapi juga manusia sebagai bagian dari masyarakat dan karena manusia hidup berada dalam lingkungan dengan alam, sekaligus kesusilaan itu selalu berhubungan dengan alam. Jadi, dapat dikatakan agama selalu berhubungan dengan segenap realitas yang bersifat empiris. Sehingga dapatlah kita sebut bahwa”Norma agama itu transenden yaitu bahwa kesusilaan itu mengatasi tidak hanya menusia perseorangan saja, melainkan manusia sebagai manusia dan dunia manusia. Jadi segenap realitas empiris.” Ibid. Hlm. 43. Wardoyo, Agama dan Manusia 99 Dengan hal itu dapatlah kita memperoleh gambaran bahwa untuk menggunakan patokan agama atau kesusilaan dalam kehidupan manusia, maka dapat kita simpulkan beberapa hal yang dapat menentukan dalam perbuatan agama, yaitu perbuatan sendiri, alasan-alasan atau normatif dan keadaan-keadaan. Dalam hal ini kita berikan penjelasan secara singkat dalam kaitannya dengan kehidupan manusianya dalam kehidupan masyarakat. Untuk unsur perbuatan sendiri adalah tindakan seseorang yang didasarkan atas keputusan hati nurani atau atas kehendak sendiri, tetapi dilihat dari segi baik atau buruk perbuatan itu. Dalam kaitannya dengan kehidupan manusia dapat diambil intinya bahwa yang dikatakan perbuatan sendiri adalah tindakan daripada manusia dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada kepribadian manusia itu sendiri atau hati nurani manusia itu sendiri, yang dilihat dari segi baik buruknya. Oleh karena itu, dalam kehidupan manusia jika akan melakukan suatu tindakan yang baik tentu saja harus didasarkan pada hati nurani atau kepribadian manusia itu sendiri. Untuk unsur alasan-alasan atau normatif yang dimaksudkan adalah jika seseorang melakukan suatu tindakan harus didasarkan alasan/motif dari apa yang dikehendaki baik bersifat individu maupun bersifat sosial demi untuk kepentingan manusia. Tentu saja yang dikehendaki itu mempunyai dorongan, alasan/motif, sehingga dengan dorongan, alasan/motif itu akan dapat menimbulkan suatu nilai agama yang lebih baik. Sehingga dalam kaitannya dengan kehidupan manusia, maka manusia dapat mengambil inti yang penting dalam kehidupannya. Dalam hal ini yang dapat diambil adalah jika manusia dalam melakukan yang didasarkan atas kehendak dari manusia itu sendiri yang juga melihat dari manusia itu sendiri dari dalam hati nurani maupun dari luar hati nurani baik yang berasal dari semua sesama manusia maupun dari dalam kadang-kadang dapat menimbulkan nilai-nilai kesusilan agama yang lebih tinggi. Untuk unsur keadaan-keadaan yang dimaksud adalah tindakan menusia yang didasari sesuatu gejala-gejala tambahan yang selalu berhubungan dengan tindakan manusia itu. Misalnya dengan alat-alat apa tindakan itu dapat menambah dan kadang-kadang dapat mengurangi nilai-nilai yang penting dalam kehidupan manusia. Hal itu dapat jika manusia melakukan suatu tindakan yang didasarkan unsur-unsur di atas yaitu perbuatan sendiri dan motif/alasan masih dapat didasarkan lagi pada gejala-gejala tambahan sekitarnya dapat diterima oleh kepribadian nilai-nilai agama dalam tindakan manusia itu. 100 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 Kehidupan manusia tertentu saja tidak lepas dari perbuatan-perbuatan baik itu untuk kepentingan dari sendiri maupun untuk kepentingan manusia bersama, maka sebaikannya harus didasarkan pada ketiga unsur yakni hati nurani, alasan-alasan serta harus melihat situasi dan kondisi atau keadaannya. Dengan ketiga unsur itu sesuatu tindakan/perbuatan kadang-kadang dapat menambah nilai-nilai kesusilaan agama yang lebih tinggi, walaupun ada kemungkinan dapat mengurangi nilai kesusilaan agama ke taraf yang lebih rendah, tetapi hak itu kemungkinan kecil saja. BIBLIOGRAFI Van Peursen Terj. Dick Hartoko. Orientasi di Alam Filsafat Sebuah Pengantar dalam Permasalahan Filsafat. Jakarta 1985. David Troueblood. Terj. HM Rasjidi. Filsafat Agama. Jakarta Bulan Bintang. 1965. Emile Durkheim Terj Inyiak Ridwan Muzir. Sejarah Agama. Yogyakarta Ircisod. 2006. Hitti, Philip K. History of the Arab. London. The Macmillan Press ltd. 1974. Hm Arifin. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Jakarta PT Golden Terayon Press. 1990. Hyman, Arthur. Philosophy in the Middle Ages. New work Haaper and Row. 1967. Poedjwijatna. Pembimbing Kearah Alam Filsafat PT Bina Aksara. 1986. Jurji, Erward J. History of Philosophical System. New work. The Phisopicaal Library tt. 1986. Koentjaraningrat, Pengantar Antroologi, yogyakata 1962 Manrer, Armand. 1990. A History of Philosophical System. New work Published tt. Sutrisno Hudoyo, Achmad, Etika Filsafat Praktis, Yogyakarta, 1980. Thopson, James Wesfal. An Introduction to Medieval Europe. New Work Norton & Coy. 1937. Vos H ,De. Pengantar Etika, Diterjemahkan oleh Moortono, William K., Foankena, Ethich, New Jersey, Prentico Hll. Inc.,1973 Zainal Abidin Ahmad. Negara Utama. Jakarta Jembatan. 1975. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this di Alam Filsafat Sebuah Pengantar dalam Permasalahan FilsafatC A Van PeursenDick Van Peursen Terj. Dick Hartoko. Orientasi di Alam Filsafat Sebuah Pengantar dalam Permasalahan Filsafat. Jakarta of the Arab. London. The Macmillan Press ltdPhilip K HittiHitti, Philip K. History of the Arab. London. The Macmillan Press ltd. Misteri Ajaran Agama-Agama BesarHm ArifinHm Arifin. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Jakarta PT Golden Terayon Press. Kearah Alam Filsafat PT Bina AksaraI R Poedjwijatna. Pembimbing Kearah Alam Filsafat PT Bina Aksara. of Philosophical System. New work. The Phisopicaal Library ttErward J JurjiJurji, Erward J. History of Philosophical System. New work. The Phisopicaal Library tt. History of Philosophical SystemArmand ManrerManrer, Armand. 1990. A History of Philosophical System. New work Published tt.
nESo. kvc81qv4w6.pages.dev/255kvc81qv4w6.pages.dev/112kvc81qv4w6.pages.dev/183kvc81qv4w6.pages.dev/101kvc81qv4w6.pages.dev/392kvc81qv4w6.pages.dev/207kvc81qv4w6.pages.dev/492kvc81qv4w6.pages.dev/285
manusia dan kebutuhan doktrin agama